Pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko keselamatan pasien salah satunya adalah pengendalian risiko terjadinya penyakit infeksi selama pasien di rawat di rumah sakit. Penyakit yang sering di dapat selama pasien di rumah sakit adalah HAIs.
Healthcare Associated Infections / HAIs ( Infeksi terkait perawatan kesehatan) atau inos (infeksi nosokomial) adalah efek yang tidak diinginkan di layanan kesehatan yang risiko kejadiannya masih meningkat. Infeksi ini merupakan komplikasi tersering pada pasien rawat inap dan menjadi penyebab kematian keempat di rumah sakit.
HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain yang inkubasi penyakit tidak terjadi saat pasien pertama masuk rumah sakit.
Standar HAIs yang telah ditetapkan oleh PMK 129 tentang SPM Rumah Sakit Tahun 2008 yaitu ≤1,5%.
Faktor yang mempengaruhi kejadian HAIs pada prinsipnya ada 3 yaitu
- Host (imunocompremise)
- Agent (infeksi yang masuk melalui prosedur pemasangan) dan
- Environment (lingkungan yang terkontaminasi dari transmisi kontak, droplet maupun airborne).
Menurut Darmadi (2008) adanya sejumlah faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya infeksi HAIs, yaitu :
1. Faktor dari luar (extrinsik factor) Meliputi
petugas pelayanan medis, peralatan medis, lingkungan, makanan dan minuman, penderita lain dan pengunjung
2. Faktor dari dalam (intrinsik factor) Meliputi
umur, jenis kelamin dan faktor dari perawatan yang meliputi lamanya hari perawatan, menurunnya standar perawatan dan padatnya penderita, kondisi umum, risiko terapi, adanya penyakit lain serta faktor mikroba patogen juga memberi kontribusi terhadap terjadinya infeksi.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, jenis HAIs yang dapat terjadi di rumah sakit dibagi menjadi :
- Infeksi Aliran Darah Terkait Saluran Sentral (CLABSI),
- Infeksi Saluran Kemih terkait Kateter (CAUTI),
- Infeksi Situs Bedah (SSI), dan
- Ventilator-related Pneumonia (VAP).
A central line-associated bloodstream infection (CLABSI)
Infeksi Ini terjadi ketika kuman masuk ke aliran darah melalui kateter vena sentral (CVC).
Penyebab :
1. Paling Umum adalah Organisme gram positif
- staphylococci koagulase-negatif , 34,1%;
- enterococci , 16%; dan
- Staphylococcus aureus , 9,9%)
2. Diikuti oleh gram negatif
- Klebsiella , 5,8%;
- Enterobacter , 3,9%;
- Pseudomonas , 3,1% ;
- E. coli , 2,7%; Acinetobacter , 2,2%),
- spesies Candida (11,8%), dan lainnya (10,5%) (sumber Link)
3. Faktor pejamu meningkatkan risiko CLABSI :
- penyakit kronis (hemodialisis, keganasan, gangguan saluran cerna, hipertensi pulmonal)
- keadaan imunosupresi (transplantasi organ, diabetes melitus)
- malnutrisi, nutrisi parenteral total
- usia ekstrem
- hilangnya integritas kulit. (luka bakar) dan
- rawat inap berkepanjangan sebelum pemasangan selang.
Penatalaksanaan :
Jika dicurigai CLABSI, terapi empiris harus didasarkan pada organisme yang paling mungkin, faktor pejamu, dan gambaran klinis keseluruhan. Sambil menunggu kultur, pengobatan empiris harus segera dilakukan.
Catheter-associated urinary tract infection (CAUTI) atau disebut Juga Infeksi Saluran Kemih terkait Kateter (CAUTI)
Prevalensi kejadian Cauti tingga yaitu 40% dari infeksi yang didapat di rumah sakit.
Penyebab :
1. CAUTI terjadi ketika kuman (biasanya bakteri) masuk ke saluran kemih melalui kateter urin.
2. Kebersihan pribadi yang buruk.
3. Inkontinensia tinja, dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas.
4. Pasien Immobil
5. Pemasangan dan perawatan yang tidak steril.
Pengobatan dilakukan bila bermanifestasi sebagai gejala, gejalanya mungkin ringan (peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, radang uretra, dan radang kandung kemih) hingga serius (pielonefritis akut, jaringan parut ginjal, pembentukan kalkulus, dan adanya penyakit ginjal. bakteri dalam aliran darah).
Pencegahan dengan cara :
1. melakukan pemasangan dan perawatan secara steril dan
2. melakukan prosedur pemasangan kateter sesuai Prosedur(SOP)
3. Pelatihan secara berkala untuk peningkatan pengetahun dan keterampilan Link Sumber
Infeksi Lokasi Bedah (SSI)
A surgical site infection (SSI) adalah infeksi pada bagian tubuh tempat pembedahan dilakukan. Dengan tindakan operasi, kemungkinan terkena SSI adalah sekitar 1% hingga 3%.
Infeksi pasca operasi disebabkan oleh kuman. Yang paling umum termasuk bakteri Staphylococcus , Streptococcus , dan Pseudomonas
SSI dapat terjadi di:
- Kulit
- Jaringan
- Organ
- Bahan implan, seperti pengganti pinggul
Tanda-tanda infeksi adalah sebagai berikut :
1. Rubor (Kemerahan)
Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami infeksi karena peningkatan aliran darah ke area tersebut sehingga menimbulkan warna kemerahan.
2. Calor (Panas)
Kalor adalah rasa panas pada daerah yang mengalami infeksi akan terasa panas, ini terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak antibody dalam memerangi antigen atau penyebab infeksi.
3. Tumor (Bengkak)
Tumor dalam konteks gejala infeksi bukan sel kanker seperti yang umum dibicarakan akan tetapi pembengkakan yang terjadi pada area yang mengalami infeksi karena meningkatnya permeabilitas sel dan meningkatnya aliran darah.
4. Dolor (Nyeri)
Dolor adalah rasa nyeri yang dialami pada area yang mengalami infeksi, ini terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi mengeluarkan zat tertentu sehingga menimbulkan nyeri. Rasa nyeri mengisyaratkan bahwa terjadi gangguan atau sesuatu yang tidak normal jadi jangan abaikan nyeri karena mungkin saja ada sesuatu yang berbahaya. Lihat Juga
Faktor risiko lain untuk SSI:
-
Menjalani operasi yang berlangsung lebih dari 2 jam
-
Memiliki masalah atau penyakit medis lainnya
-
Menjadi orang dewasa lanjut usia
-
Kelebihan berat badan
-
Merokok
-
Mengidap kanker
-
Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah
-
Menderita diabetes
-
Menjalani operasi darurat
-
Menjalani operasi perut
Pengobatan; lihat penanganan CLABSI
Ventilator-related Pneumonia (VAP)
Pneumonia terkait ventilator (VAP) terjadi pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanis selama lebih dari 48 jam. Penyakit ini muncul dengan tanda-tanda klinis yang meliputi keluarnya cairan trakea bernanah, demam, dan gangguan pernapasan dengan adanya mikroorganisme.
Pneumonia terkait ventilator adalah infeksi yang didapat di rumah sakit kedua yang paling umum terjadi pada pasien anak-anak dan pasien unit perawatan intensif neonatal. Penyakit ini menyumbang 7% hingga 32% dari infeksi terkait layanan kesehatan dan 10% dari semua infeksi terkait perangkat anak yang dilaporkan ke National Healthcare Safety Network (NHSN).
Penanganan
Pada orang dewasa, kasus tanpa komplikasi dapat diobati dengan terapi selama 7 hingga 10 hari. Untuk kasus yang rumit atau penderita pneumonia nekrotikans, terapi minimal 14 hari harus diberikan.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
Menurut Ari Wahono (2003) Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting dilaksanakan di rumah sakit, disamping sebagai tolok ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga dari risiko tertularnya infeksi.
Adapun program PPI yang termuat dalam SNARS yaitu :
a) Kebersihan tangan
b) Kebersihan lingkungan Rumah Sakit
c) Surveilans risiko infeksi
d) Investigasi wabah (outbreak) penyakit infeksi
e) Meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan antimikroba secara aman
f) Asesmen berkala terhadap risiko dan analisis risiko, serta menyusun risk register
g) Menetapkan sasaran penurunan risiko
h) Mengukur tingkat infeksi dan me-review risiko infeksi.
i) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan PPI; dan
j) Kesehatan kerja
Refference :
1. Program Pencegahan dan pengendalian Infeksi RS https://peraturan.bpk.go.id/Details/112075/permenkes-no-27-tahun-2017
2. Kemenkes, (2022), Lingkungan Sehat, HAIs Minggat
3. Centers for Desease Control and Prevention, 2024, https://arpsp.cdc.gov/
4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) https://repository.stikes-yrsds.ac.id/id/eprint/142/4/BAB%20II%20%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
https://peraturan.bpk.go.id/Details/112075/permenkes-no-27-tahun-2017